Ajaran Sunan Bonang Dalam Karya Suluk Wujil

Rifky Vidy Rakasiwi
3 min readJul 23, 2021

--

Raden Makdum Ibrahim atau biasa dikenal sebagai Sunan Bonang adalah salah satu dari anggota Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi. Sunan Bonang lahir di Tuban, 1465 Masehi, beliau merupakan putra dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila, putri dari bupati Tuban, Arya Teja. Makdum Ibrahim menyebarkan agama Islam melalui alat musik bonang. Dari alat musik inilah beliau dikenal sebagai Sunan Bonang. Ada versi lain yang mengatakan bahwa nama Bonang diberikan kepada Makdum Ibrahim ketika tinggal di desa Bonang selama dia menjadi imam di Masjid Demak.

salah satu bait yang ditulis dalam suluk wujil. Sumber: https://khastara.perpusnas.go.id/landing/detail/1346284

Selain menggunakan kesenian musik, Sunan Bonang juga menyebarkan Islam melalui karya sastra berupa primbon dan suluk. Diantara 20 suluk yang disimpan di Museum Perpustakan Nasional Leiden dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia saat ini, salah satu yang terkenal adalah suluk wujil. Naskah asli ini merupakan Sastra Jawa Baru yang ditulis setelah masuknya islam di tanah Jawa pada abad ke-15–16 Masehi. Suluk ini menggambarkan suasa kehidupan dan keagaamaan di jawa yang sedang beralih dari agama Hindu ke agama Islam. Dari segi bahasa, suluk ini menggunakan bahasa jawa Madya dan ajaran yang dimuat sunan Bonang dalam Suluk Wujil berbentuk tembang Macapat. Tembang yang digunakan adalah tembang Dhandhanggula, Mijil, dan tembang jawa kuno Aswalalita. Bagi yang belum tahu, Aswalalita adalah gaya tembang yang dipakai pada zaman Jawa Kuno berdasarkan puitika Sanskerta. Sepeninggal Sunan Bonang tembang ini tidak digunakan lagi oleh penulis tembang di Jawa.

Isi suluk tersebut menceritakan seorang yang Bernama Wujil, seorang yang awalnya menjadi pelayan di Majapahit. Wujil yang haus akan ilmu agama, meninggalkan Majapahit dan mulai berguru kepada Sunan Wahdat. Selama sepuluh tahun belajar, dia belum juga mendapatkan ajaran rahasia akhirnya memberanikan diri untuk menanyakan kepada Sunan Wahdat. Sunan Wahdat belum mengizinkan Wujil untuk mempelajari ajaran rahasia karena syarat untuk mempelajarinya harus memiliki sifat jujur lahir batin, bersih jiwa dan raganya. Pada akhirnya, Sunan Wahdat memanggil wujil untuk menerima ajaran ilmu rahasia, benar tidaknya ajaran tersebut, Sunan Wahdat bersumpah bila seseorang masuk neraka karena ajaran tersebut, dia bersedia untuk menggantikannya.

Pertama, hidup di dunia harus berhati-hati dan tidak boleh bertindak gegabah. Kedua, manusia diciptakan oleh Tuhan, dan tidak akan ada didunia ini bila tuhan tidak berkehendak. Sunan Wahdat merumpamakan barang siapa yang telah mengenal dirinya sendiri, seolah-olah dia telah mengenal Tuhan-Nya. Ketiga, shalat yang sesungguhnya adalah Ketika orang yang sedang menunaikan shalat tahu dan mengerti kepada siapa dia menyembah. Jika dia shalat tanpa mengetahui siapa yang dia sembah, shalat tersebut hanyalah sia-sia. Keempat, pentingnya manusia untuk mengenali dirinya sendiri karena sifat Tuhan jelas berbeda dengan sifat manusia. Kelima, pentingnya berdoa dan memuji keagungan tuhan dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan.

Sunan Wahdat berpesan kepada Wujil agar sedikit bicara yang tidak perlu dan tidak bermanfaat, tidak memaksakaan kehendaknya sendiri kepada orang lain, dan tidak mengikuti kehendak pribadinya saja. Sunan Wahdat juga menjelaskan mengenai persiapan untuk menghadapi kematian. Selama orang tersebut cinta dengan duniawi, orang tersebut belum siap untuk mati. Kematian tidak perlu ditakuti karena mati merupakan tujuan hamba untuk berbakti kepada Tuhan. Untuk bisa menemukan kematian sejati, orang tersebut harus menghilangkan semua hawa nafsunya (kepentingan duniawi).

Dalam ajaran tersebut, Sunan Bonang menyesuaikan budaya dan keadaan masyarakat Jawa pada saat itu agar bisa meresapi ajaran Islam tanpa mengalami banyak kesulitan. Saat ini naskah tertua dari suluk tersebut disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden di Belanda. Untuk naskah latinnya ditulis oleh R. Ng. Purbatjaraka dalam Soelek Woejil: De Geheime Leer van Soenan Boenang dalam Majalah Djawa Vol. XVIII tahun 1938. Kemudian dialihbahasakan R. Suyadi Pratomo pada tahun 1985 yang saat ini disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Referensi:

Mundzir, H. Ahmad dan Nurcholis. 2016. Sunan Bonang Wali Sufi, Guru Sejati. Tuban: Yayasan Mabarrot Sunan Bonang.

Poerbatjaraka. 1938. Ajaran Rahasia Sunan Bonang: Suluk Wujil. terjemahan oleh R. Suyadi Pratomo.1985 Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah.

Santoso, Teguh. 2015. Pribumisasi Ajaran Islam dalam Suluk Wujil dan Relevansinya dalam Pendidikan Agama Islam. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

--

--